MOSKOW - Rusia membantah laporan Wall Street Journal (WSJ) yang mengatakan Moskow mengizinkan ribuan pekerja Korea Utara (Korut) yang baru masuk negara itu dan memberi mereka izin kerja baru. Hal ini berpotensi melanggar sanksi yang dijatuhkan oleh PBB.
WSJ dalam laporannya mengatakan lebih dari 10 ribu pekerja baru asal Korut telah mendaftar di Rusia sejak September. WSJ mengutip catatan dari kementerian dalam negeri Rusia.
Baca: Rusia Izinkan Ribuan Pekerja Korut Masuk, Berpotensi Langgar Sanksi PBB
Namun Dubes Rusia untuk Korut menyangkal Moskow telah mengizinkan setiap pekerja baru masuk ke Rusia. Ia mengatakan dokumen-dokumen baru telah dikeluarkan untuk buruh yang sudah berbasis di Rusia, mengerjakan kontrak lama.
"Duta Besar Alexander Matsegora mengatakan para pekerja diizinkan untuk bekerja di Rusia hingga 29 November 2019 karena kontrak kerja mereka telah ditandatangi sebelum sanksi diberlakukan," kutip Reuters dari kantor beria Interfax, Sabtu (4/8/2018).
"Dia mengatakan 3.500 izin kerja baru telah dikeluarkan untuk pekerja yang telah menandatangani kontrak di Rusia sebelum 29 November 2017," lapor Interfax.
Larangan tenaga kerja adalah bagian dari sejumlah sanksi yang lebih luas, bertujuan untuk menghilangkan aliran pendapatan penting bagi Korut. Sebagian besar uang yang diterima pekerja Korut di luar neger berakhir di peti uang pemerintah sementara para pekerja berkerja keras.
Dalam laporan yang dirilis pada hari Kamis oleh organisasi riset nirlaba C4ADS, mengatakan pembatasan awal di China dan Rusia - di mana sekitar 80 persen pekerja asal Korut diyakini bekerja - tampaknya telah dilonggarkan.
"Untuk sementara waktu, baik Rusia dan China tampaknya mengusir para pekerja asal Korea Utara jauh sebelum batas waktu PBB, tetapi laporan yang lebih baru menunjukkan bahwa Korea Utara mungkin telah mulai lagi mengirimkan tenaga kerja ke kedua negara," laporan itu menyimpulkan.
Sebuah laporan terpisah yang dirilis minggu ini oleh Institut Studi Kebijakan Asan yang berbasis di Seoul mengatakan antara tahun 2015 dan 2017 Perusahaan Petroleum Independen (IPC) yang berbasis di Moskow menjual jauh lebih banyak minyak ke Korut daripada yang dilaporkan secara resmi.
"Jumlah minyak yang dijual IPC ke Korea Utara antara 2015 dan 2017 bisa bernilai sebanyak USD 238 juta," kata laporan itu.
"Ini jauh melebihi laporan resmi Rusia tentang ekspor minyak ke Korea Utara selama periode yang sama, yang berjumlah USD 25 juta," demikian bunyi laporan itu.
Duta besar Rusia untuk Korut juga membantah bahwa Moskow melanggar pembatasan PBB terhadap pasokan minyak ke Korut.
IPC dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada Juni 2017 atas perdagangannya dengan Korut, dan pada bulan Desember 2017, AS memberlakukan pembatasan ketat pada impor Korut hingga saat ini.
Pada bulan September tahun lalu, Reuters menemukan bahwa setidaknya delapan kapal Korut meninggalkan Rusia dengan muatan bahan bakar menuju tanah air mereka. Mereka mengaku menuju destinasi lain, namun para pejabat AS menyatakan taktik tersebut sering digunakan untuk merongrong sanksi.(Jinfo/Isnd)

0 Komentar