Jinfo- Serangkaian pembunuhan misterius memicu ketakutan para pengungsi Rohingya yang berada di kamp pengungsi di Bangladesh. Pihak Bangladesh pun mengerahkan ribuan polisi ke kamp-kamp pengungsi tersebut.
Sejak Agustus tercatat 19 orang telah tewas, beberapa diantaranya adalah tokoh masyarakat. Polisi telah melakukan sejumlah penangkapan sehubungan dengan beberapa pembunuhan, tetapi mengatakan bahwa motifnya seringkali tidak jelas.
Aksi pembunuhan itu dilakukan setelah gelap dan sering dilakukan berkelompok menggunakan pistol, pisau dan tongkat. Aksi pembunuhan itu telah menimbulkan kepanikan di kamp-kamp pengungsi yang dijaga oleh tentara Bangladesh pada siang hari, namun pada malam hari di jaga oleh sedikit petugas polisi.
Inspektur polisi Cox's Bazar, A.K.M Iqbal Hossain mengatakan telah membentuk pasukan khusus berjumlah 2.400 personil untuk menjaga para pengungsi.
Seorang perwira senior kedua, Inspektur Afrujul Haque Tutul, mengatakan jumlah polisi sudah meningkat.
"Kami memiliki 1.000 petugas polisi sekarang untuk satu juta orang, jadi Anda bisa bayangkan," katanya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (4/7/2018).
Menurut Tutul polisi telah menangkap sekitar 300 orang Rohingya dalam berbagai kasus yang melibatkan pembunuhan, perampokan, dan penculikan di kamp-kamp itu sejak gelombang pengungsi pada Agustus lalu.
Aksi pembunuhan terakhir menimpa seorang pria bernama Arifullah (35). Pembunuhan ini terjadi bulan lalu di jalan yang sibuk di luar kamp Balukhali, di mana ia ditunjuk sebagai pemimpin ribuan pengungsi.
Polisi mengatakan sekelompok pria mengelilinginya pada 18 Juni malam, menikamnya setidaknya 25 kali hingga membentuk kolam darah. Kerumunan pengungsi berkumpul di lokasi keesokan harinya.
Polisi mengatakan tiga pria Rohingya telah ditangkap atas pembunuhan Arifullah.
Istri korban mengatakan Arifullah adalah seorang kritikus kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), kelompok militan yang aksi penyerangannya terhadap pos keamanan memicu tindakan represif militer Myanmar. ARSA menyatakan mereka memperjuangkan hak-hak kaum Rohingya.
Polisi mengatakan penyelidikan atas pembunuhan itu sedang berlangsung dan mereka tidak menemukan kaitan dengan ARSA. Menurut Tutul penyelidikan polisi terhambat karena para pengungsi takut untuk menyebut nama tersangka.
Ia mengatakan, informasi intelijen yang diterima sejauh ini mengisyaratkan beberapa pembunuhan adalah karena sengketa pribadi yang dibawa para pengungsi dari Myanmar.Sedangkan seorang juru bicara ARSA mengatakan kelompok-kelompok bersenjata lain bertanggung jawab atas "kegiatan" di kamp-kamp pengungsi dan menggunakan nama kelompok itu untuk memfitnah citra ARSA.
Kelompok itu mengatakan tidak menyerang warga sipil dan tidak akan pernah melakukan pembunuhan di kamp-kamp karena mereka berterima kasih atas kemurahan hati Bangladesh dalam melindungi para pengungsi.
Para pemimpin kamp di Balukhali dan Taingkhali mengatakan tentara telah menunjuk relawan Rohingya untuk berjaga-jaga di malam hari, tetapi sebagian besar telah berhenti bekerja karena mereka tidak dibayar.
Para pejabat asing mengatakan keamanan di dalam kamp-kamp yang padat itu memicu kekhawatiran.
"Apa yang saya dengar dari rekan-rekan saya jelas merupakan masalah besar," kata Peter Maurer, ketua Komite Internasional Palang Merah, pada kunjungan ke kamp-kamp pengungsi pada hari Minggu lalu.
"Jelas itu adalah tantangan besar ketika Anda memiliki jumlah besar, kondisi yang buruk, lokasi yang sempit," imbuhnya.(Jinfo/SiNews)

0 Komentar