Pada zaman ini, umumnya orang-orang telah melalaikan usaha tabligh (dakwah). Sedangkan orang yang telah melakukan usaha tabligh, mereka telah melupakan diri sendiri. Dalam diri sebagian manusia, terdapat suatu penyakit yang khas, yaitu orang yang memberikan nasihat agama, ceramah, tulisan, ta'lim, atau tabligh kepada orang lain, yang terpikir olehnya adalah orang lain. sedangkan dirinya sendiri terlupakan. Padahal, meskipun memperbaiki orang lain itu sangat penting, memperbaiki diri sendiri jauh lebih penting. Banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Baginda Nabi SAW memberikan peringatan keras kepada orang yang menasihati orang lain, tetapi ia sendiri melakukan kemaksiatan.
![]() |
| Nasehati diri |
Ketika malam Mi'raj, Baginda Rasulullah SAW melihat sekelompok manusia yang bibirnya digunting-gunting dengan gunting api yang membara. Beliau bertanya, ''Siapakah orang-orang itu?'' Malaikat Jibril AS menjawab, ''Mereka adalah para pemberi nasihat dari umatmu yang tidak mengamalkan apa yang mereka nasihatkan kepada orang lain.'' (dari Kitab Misykat)
Sebuah hadist lain menyebutkan, ''Sebagian ahli surga akan mendatangi sebagian ahli neraka dan bertanya, ''Mengapa kalian berada di neraka, padahal kami masuk surga karena telah mengamalkan nasihat-nasihatmu?'' Mereka menjawab, ''Karena kami menasehati kalian, sedangkan kami sendiri tidak mengamalkannya.'' Hadist lain juga mengatakan, ''Siksa jahannam akan lebih cepat menimpa kepada ulama yang jahat.'' Mereka sangat terkejut dan bertanya, ''Mengapa azab Allah SWT lebih dahulu menimpa kami daripada menimpa para penyembah berhala?'' Dijawab, ''Orang-orang yang sudah tahu tidak sama dengan orang-orang yang belum tahu.''
Para ulama menulis bahwa nasihat-nasihat agama yang tidak diamalkan oleh orang yang memberi nasihat kebanyakan tidak akan bermanfaat. Itulah sebabnya, meskipun pada zaman ini setiap hari ada bermacam-macam pengajian, nasihat, ceramah, dan tulisan-tulisan, kegiatan itu kurang berpengaruh. Allah SWT sendiri telah berfirman di dalam Al-Qur'an :
أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَـٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
''Apakah kamu menyuruh manusia agar berbuat kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?''(QS. Al-Baqarah : 44)
Baginda Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak dapat bergeser kaki seorang hamba pada Hari Kiamat sehingga ia ditanya empat perkara. Tentang umurnya, untuk apa ia habiskan? Tentang kemudaannya, untuk apa ia gunakan? Tentang hartanya, dari mana ia dapatkan dan ke mana ia belanjakan? Dan tentang ilmunya, apakah ia amalkan?'' (HR. Al-Baihaqi, dari Kitab At-Targhib)
Sayyidina Abu Darda' RA, seorang sahabat yang terkenal berkata, ''Yang paling aku takutkan ialah pertanyaan yang akan ditanyakan kepadaku pada Hari Kiamat di depan seluruh manusia, yaitu : Apakah kamu telah mengamalkan ilmu-ilmu yang kamu pelajari?'' Seorang sahabat bertanya kepada Baginda Nabi SAW, ''Siapakah makhluk yang paling buruk?'' Beliau menjawab, ''Jangan bertanya kepadaku mengenai hal-hal buruk, bertanyalah mengenai hal-hal yang baik. Makhluk yang paling buruk adalah ulama yang jahat (ulama suu').''
Baginda Nabi SAW juga bersabda, ''Ilmu itu ada dua macam. Pertama, ilmu yang hanya ada di bibir. Ilmu yang demikian justru akan menjadi alasan bagi Allah SWT untuk menyiksa pemiliknya. Kedua, ilmu yang memberi kesan di dalam hati. Inilah ilmu yang bermanfaat.'' Kesimpulannya, selain kita mempelajari ilmu untuk zahir kita, hendaknya kita juga mempelajari ilmu untuk batin kita, supaya disamping kita memperoleh ilmu, hati kita juga mendapatkan sifat-sifat yang baik. Kalau ilmu tidak berkesan di hati, maka Allah SWT akan menuntut pada Hari Kiamat, ''Apakah kamu mengamalkan ilmu yang kamu miliki?''dikutip dari kitab fadhailul amal (Jinfo)

0 Komentar